“orang yang tepat buatmu bukanlah dia yang
selalu menuntut perubahan padamu, karena dia yang tepat buatmu benar-benar akan
menyukaimu apa adanya. Namun jika kamu bersama seseorang yang selalu menuntut
perubahan sesuai keinginannya, itu artinya dia (mungkin) bukan orang yang tepat
buatmu”
Aku suka kata-kata ini. Kata-kata yang baru saja
keluar ketika sedang mengobrol santai dengan salah seorang sahabatku.
Menurutnya, orang yang tepat adalah orang yang menuntut perubahan. Tapi buatku,
justru orang yang tepat itu bukan orang yang selalu menuntut adanya perubahan
pada dirimu, kecuali memang itu baik buatmu.
Aku selalu tersanjung ketika melihat orang yang
menemukan pasangan yang tepat. Mereka hanya cukup mencintai dan dicintai HANYA
dengan menjadi dirinya sendiri. Seperti ayah dan ibuku. Bahagia rasanya.
Terkadang ada rasa cemburu terbesit, akankah kelak jika aku punya pasangan akan
sebahagia ayah dan ibuku dengan cukup menjadi diriku sendiri? Semoga saja,
aamiin.
Aku akan mengambil contoh sederhana saja. Bukan
cerita orang lain. Hanya sekelumit kisah yang pernah aku jalani.
Aku pernah mencintai seseorang. Dia terlihat begitu
indah sempurna buatku. Tanpa ada cela. Andaikata dia warna, buatku dia adalah
putih, bersih, tanpa kotor. Itu dulu, sebelum aku memang benar-benar
mengenalnya. Entah mengapa, setelah mengenalnya, aku merasa sungguh tersiksa.
Bagaimana bisa aku mencintai seseorang, dekat dengannya tapi hatiku selalu
tersiksa? Apakah ini cinta? Benarkah ini cinta? Iya kah? Aku juga nggak ngerti.
Dia selalu memintaku untuk berubah. Berubah sesuai dengan yang dia mau. Memang
yang dia inginkan itu yang terbaik. Tapi harusnya dia tau, harusnya dia paham
dan harusnya dia mengerti, kan apa yang dia inginkan belum tentu memang itu
yang diinginkan dan dibutuhkan orang lain. Awalnya mungkin dengan senang hati
aku menurutinya. Lama-lama rasanya sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa aku
merasa tersiksa dengannya. Apakah memang benar ini yang aku mau? Apa memang
benar dia yang aku butuhkan? Apakah memang bla bla bla. Masih banyak pertanyaan
yang lain. Dan ketika aku ikhlaskan untuk melepasnya, dengan alasan demi hatiku
(sesekali boleh dong memikirkan perasaan sendiri, jangan hanya memikirkan orang
lain yang belum tentu dia benar-benar memikirkan perasaan kita walau ucapnya
begitu, you know what i mean J)
justru aku merasa lega. Ya lega, kenapa? Karena aku tak perlu lagi memakai
topeng. Topeng? Iya. Haha. Hanya karena dalih ingin membahagiakannya, aku harus
berpura-pura menjadi apa yang dia inginkan, menjadi orang lain yang justru
teramat sangat menyiksaku. Dan pernyataan ini diperkuat ketika sahabatku
mengatakan bahwa, mereka lebih suka melihatku ketika aku tidak bersama dia,
karena jika bersamanya aku menjadi orang lain yang tidak mereka kenal.
See? Itulah kenapa aku berani mengatakan, orang yang
tepat buatmu tidak akan menuntut perubahan besar padamu karena dia lebih
menyukai dirimu apa adanya. Temukan orang yang demikian, dan ketika kau
mendapatkannya, jangan lepaskan. Orang yang aku maksud disini bukan hanya pasangan
lho ya, melainkan teman, sahabat dan lingkungan juga. Mungkin kamu perlu
sedikit perubahan, tapi ingat, lakukan dengan ikhlas dan bila memang itu yang
benar-benar kau mau. Jangan sampai terpaksa ya.
Karena sesuatu yang dipaksakan itu hasilnya takkan
menjadi baik.
*semoga bermanfaat ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar