Kamis, 27 Oktober 2016

Mengeluh, perlukah?

Beberapa waktu belakangan sedang dipusingkan oleh hal-hal yang harus saya hadapi.
Kadang rasanya ingin mengeluh, marah, jengkel, menyerah dan sebagainya.
Tapi, apakah itu bisa merubah situasi? Apakah itu membuat semuanya jauh lebih baik?
Mungkin buatmu iya, dengan bercerita segala keluh kesahmu, bercerita semua yang kamu pikirkan dan kamu rasakan ke orang-orang dan berharap mereka mengerti. Apa benar mereka mengerti?  Atau mereka hanya tersenyum dan mencoba mencari solusi, yang sebenarnya mereka sangat bosan mendengar semua keluhmu itu?

Sahabatku pernah berkata, nggak apa-apa mengeluh, disaat kamu sudah tidak mampu menanggung semua sendirian, disaat kamu merasa dititik terendah, disaat kamu butuh pertolongan. Tidak ada salahnya memang mengeluh, namun mengeluh-lah pada objek yang tepat. Disini, satu-satunya yang aku percaya menyimpan semua keluh kesah, lelah, penat, sedih, marah, cuma Allah saja. Sahabatku ini pernah berkata: kalau ingin marah, marahlah. Kalau ingin menangis, menangislah. Kalau ingin mengeluh, mengeluhlah. Kalau ingin bercerita, berceritalah. Jangan dipendam seorang diri. Memang tidak semua orang bisa membantumu, tapi setidaknya itu bisa meringankan bebanmu. Tidak perlu ke seluruh dunia atau orang-orang yang ada disekitarmu, cukup pada satu-dua orang yang kamu percaya. Satu-satunya orang yang aku percaya untukku bercerita ya sahabatku ini. Selain kedua orang tuaku tentunya.

Aku sedang lelah, aku sedang gundah, aku sedang ingin sendiri. Aku bosan sekali mendengar orang-orang disekitarku banyak mengeluh, banyak berpikir negatif, banyak berprasangkat buruk. Kenapa mudah sekali diumbar sih? Tidak bisakah kau simpan saja semua sendiri? Sesungguhnya, ada hal-hal yang lebih baik kamu simpan sendiri, bukan karena kamu tidak punya teman atau media untuk mencurahkannya, tapi lebih baik diam untuk menjaga perasaan orang-orang yang mungkin akan tersakiti jika kamu berbicara terlalu banyak, jika kamu mengeluh terlalu banyak, jika pikiran dan prasangka negatifmu itu kau umbar kesana kemari. Kau tidak pernah belajar untuk menjadi dewasa kah? Atau kau hanya mengikuti nafsumu saja?

Aku memahami satu hal, mungkin akan ada banyak yang mendengarkan setiap aku mengeluh, tapi mungkin hanya sedikit di antara mereka yang mampu mengerti dan memahami, dan membantumu keluar dari situasi itu. Setiap orang punya masalahnya masing-masing dan aku tidak harus berkeliling kesana kemari mencari perhatian untuk masalah yang sebenarnya bisa aku selesaikan sendiri.

Kadang mungkin aku ingin menyerah dan berhenti saja. Menyerah dan berhenti karena merasa ini sangat sulit dan aku merasa tidak mampu. Semangatku hanya satu, orang tuaku. Mama dan bapak tidak pernah merasa lelah untuk membahagiakan aku. Sederhananya saja, hal-hal kecil yang selalu mereka lakukan dan perjuangkan untukku yang aku tidak pernah menganggap atau menghitungnya sebagai pengorbanan. Aku terlalu egoiskah? Iya. Aku anak yang egois, kalau aku hanya berpikir harus orang tuaku saja yang membahagiakan dan berjuang untukku. Lalu, apa yang bisa aku lakukan untuk membahagiakan mereka? Dengan aku tidak pernah berhenti berjuang, tidak pernah menyerah dan tidak boleh merasa kalah pada semua pikiran dan prasangka buruk.

Mama selalu bilang: sakit-sakit dulu, bersenang-senang kemudian. Kamu harus berjuang dulu untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan. Sejujurnya keinginan orang tua itu sederhana, melihat anaknya bahagia. Tapi setiap orang tua juga belajar untuk melepaskan anak mereka agar mereka menjadi pribadi yang mandiri dan tidak mudah menyerah. Mama juga selalu bilang: setiap kegagalan dan kesuksesan itu kita yang menentukan. Kita merencanakan, atas restu Allah pula. Hanya cukup tidak menyerah dan tidak berhenti berjuang, tidak boleh kalah pada egoisme diri sendiri. InsyaAllah, setiap perjalanan dan pengorbanan akan ada hasil, mungkin tidak selalu sesuai dengan apa yang kamu inginkan dan kamu rencanakan, tapi aku yakin, setiap hasil yang Allah rencanakan dan berikan untukku pasti akan jadi yang terbaik dan paling baik dari semua yang baik. Jika aku gagal di satu, insyaAllah Allah akan menggantinya dengan yang lain yang lebih baik.

Nggak akan ada perjuangan yang sia-sia. Mungkin kamu tidak tahu kapan akan mengerti, tapi selalu percaya pada Allah yang satu-satunya akan membuat rencana yang sangat indah untuk kita, bukan?! Harusnya begitu. Yang perlu kamu lakukan adalah, merenung sejenak dan menghitung nikmat Allah yang sudah kamu terima, dan bersyukurlah. Maka tidak akan ada sedikitpun waktu untukmu mengeluh. Dengan ijin dan restu orang tua, terutama ibu, insyaAllah restu Allah ada ditangan kita. Tinggal bagaimana kita yakin dan berusaha atas ridho Allah. Jangan pernah mengeluh dan selalu bersyukur. Mengeluh hanya akan membuatmu mati dan berhenti. Bahkan mungkin kamu tidak pernah tahu apa yang kamu perjuangkan, dan seberapa besar dan nikmat hasilnya nanti. Semua pikiran buruk dan prasangka buruk itu hanya akan menghambat jalanmu. Percayakan pada Allah, biarkan Allah bekerja menentukan takdir kita, kita harus terus menerus berjuang dan berusaha sekuat kita. Jangan berhenti hanya kamu pikir itu sulit, terkadang pikiranmu bisa menyesatkanmu. Teruslah berjuang, bermimpilah dan wujudkan mimpi itu.

Bismillahirrohmanirrohim.
Semoga Allah merestui setiap jalan dan perjuangan kita.
Semoga Allah melindungi dan menguatkan kita.
Jadikan sholat dan sabarmu sebagai penolong.
Jadikan Allah satu-satunya tempat untuk kita meminta dan berlindung dari segala kelemahan.

Mungkin kita akan merasa lelah dan ingin berhenti, ingatlah bapak ibu, ingatlah Allah. Bersujudlah, letakkan segala lara dan tangismu pada Allah, tengadahkan tanganmu, minta pada Allah untuk selalu melindungi dan menguatkanmu.

Salam

Senin, 24 Oktober 2016

Menyoal Prinsip

Beberapa waktu lalu, sempet suka sama orang. Orang psikologi juga di kampus aku. Setahun bertahan suka sama orang ini, sampai akhirnya memutuskan untuk melupakannya karena satu dan lain hal, alhamdulillah sih sekarang udah berhasil.

Aku nggak mau bahas soal orang itu kok. Aku cuma mau bahas proses selama aku suka sama orang itu.

So, aku ini sudah lelah dengan namanya pacaran nggak jelas. Luntang luntung kesana kemari berduaan, tapi ujung-ujungnya toh putus juga. Nggak ada manfaatnya, banyak mudharatnya. Nggak ada pahalanya, malah banyak dosanya. Nah, karena aku takut sama dosa ini, makanya aku memutuskan buat nggak pacaran. Jadi kalo ternyata ada laki-laki yang suka sama aku, monggo lah ketemu bapak ibu saya dulu. Mungkin karena ini efek jaman muda pacaran terus kali ya haha (dan aku nggak bangga!). Di umur segini, pikiran pasti udah ke arah pernikahan. Temen-temen udah banyak yang nikah dan punya anak. Mama udah minta mantu dan cucu, tante-tante udah pengen bantu-bantu. Tapi akunya malah santai. Ya gimana nggak santai -tapi sebenernya nggak santai-santai amat sih- aku kan masih kuliah, bikin tesis. Hmph, oke ini cuma alasan. Alasan utamanya ya karna belum ada pasangan aja. Dan aku ini tipe orang yang nggak gampang dideketin orang (katanya sih gitu), ada masalah kepercayaan dan kenyamanan disini. Kadang berpura-pura tegar bisa sendiri, padahal ya aku paling nggak suka sendiri, butuh teman buat berbagi, butuh teman buat saling menguatkan dan mengingatkan, dan pastinya sangat butuh imam yang bisa membimbing dan menjagaku. Ciyaaaaaaaa!!! WKWKWK

Bukannya nggak ada temen-temen sih, ya ada, banyak. Tapi kan rasanya beda kalo bukan pasangan. HAHA.

Jadi beginilah, karena sudah berprinsip nggak mau pacaran, aku takut dosa, serius! Makanya, datanglah baik-baik ke bapak ibuku, nyuwun ijin dan restu. Semacam taaruf gitu. Aku sudah berumur dewasa segini, kalau mau kemana-mana masih harus minta ijin dari orang tua, terutama ibu. Kalo ibu bilang enggak, ya aku enggak. Kalo ibu bilang iya, insyaAllah aman. Setiap langkah-langkahmu itu, pasti ada doa-doa kebaikan yang menyertai kalo bergantung sama restu orang tua, terutama ibu. Bukankah restu Allah itu ada di restu orang tua?

Aku memang belum baik, persoalan agama pun masih cetek, ngaji masih bolong-bolong dan nggak lancar, solat masih sering nggak pas di awal waktu, kadang masih suka ngomongin orang, jilbabnya belum menutup dada kadang-kadang, masih suka pake celana kalo keluar, dan masih banyak keburukan lainnya. Tapi bukan berarti aku tidak sedang berusaha. Aku banyak berdiskusi sama temen2 yang ilmu agamanya lebih tinggi, dan alhamdulillah punya sahabat yang selalu mengingatkan.

Berhijrah dan istiqomah memang susah. Semakin kamu ingin menjadi orang baik, semakin banyak setan menggoda, tapi semakin kamu niat dan mantap serta ikhlas lillahi ta'ala, Allah akan melindungi langkahmu, insyaAllah.

Setiap harinya kita dituntut agar lebih baik dari hari kemarin, jika yang terjadi adalah kemunduran, itu namanya pembodohan. Aku nggak mau macam teman saya yang awalnya saya suka sekali penampilannya, pakai rok, hijab lebar, pakai kaos kaki, dan berkata tidak ingin pacaran. Bahkan buat pakai celana pun dia nggak mau, buat boncengan sama laki-laki dia menolak. Tapi nggak taunya pacaran juga. BODOH! Dan aku nggak mau bodoh seperti itu.

Jadi waktu kemarin suka sama orang, saat temen2 lain bilang ini itu, menasehati biar chat duluan, ngajakin ngobrol duluan, tebar pesona dan sebagainya, entah kenapa itu bertentangan sama kata hati aku. Aku tau, wanita bisa jadi penghancur laki-laki, dan aku nggak mau jadi penyebab dosanya laki-laki. Menjaga sikap itu penting, yang aku lakukan cuma bisa mendoakannya. Berdoa, berdoa dan berdoa. Jadi semisal aku dan dia tidak berjodoh, cukuplah aku yang tersakiti, dan sakit itu nggak akan lama. Allah kan tidak akan menimpakan suatu penyakit tanpa ada obatnya. Ketika kita mencintai karena Allah, mengusahakan sesuai dengan anjuran Allah, dan menyerahkan sepenuhnya pada Allah, insyaAllah ketika bukan dia jodohmu, sakit di hatimu tidak akan terlalu lama. Alhamdulillah dan aku sudah pernah mengalaminya.

Satu hal yang aku pelajari, kita memang diwajibkan untuk saling mengingatkan antar sesama muslim, mengingatkan dalam hal kebaikan dan menyampaikan ayat-ayat Al Qur'an. Setidaknya, ketika kita tidak bisa mengajak orang berbuat pahala (karena mengingatkan itu susah, tidak semua orang mau melakukannya. Balik lagi ke orang masing-masing, karena tugas kita cuma mengingatkan), jangan membuat orang lain menjadi berdosa karena kita.

Semoga aku dan kamu, menjadi hamba Allah yang pandai melakukan kebaikan dan menjadi ahli surga. Semoga aku dan kamu, senantiasa dilindungi dan dijaga Allah dari perbuatan maksiat dan dosa-dosa lainnya.
Semoga aku dan kamu, menjadi hamba Allah yang bisa terus istiqomah di jalan Allah ^_^

LAMA TAK JUMPA

haiiiiiiiiiiii assalammu'alaikum ^_^


Lama sekali nggak jumpa. Lama nggak nulis. Lama nggak nyampah. Lama nggak curhat hihi.
Kangen sih, kadang pengen nulis banyak, tapi terlalu malas buka laptop.
Padahal yaa banyak banget yang pengen aku tulis -_-
Oke ini nggak penting.
Insya Allah diusahakan buat sering-sering nulis lagi.
Gara-gara kemaren coba nulis tesis, dan kemampuan nulisnya menurun.
Terus nyalahin diri sendiri karna kebanyakan baca, bengong, main, tapi jarang banget nulis. Hiks

See ya!

Rabu, 10 Agustus 2016

BERDUSTA

Kali ini pengen banget bikin tulisan tentang berbohong atau berdusta.
Beberapa hari yang lalu, saya dihubungi oleh seseorang (teman) yang meminta saya untuk berbohong dan menutup-nutupi apa yang sedang dia lakukan pada saudaranya. Jujur saya tersinggung, kenapa? Karena untuk kesekian kalinya, saya diminta untuk berbohong. Duh, kalau mau dosa, dosa aja sendiri dong. Jangan ngajak-ngajak orang lain. Emangnya enak apa berdusta? Konsekuensinya adalah yakali kalau orang yang kita dustai tidak tahu, tapi Allah Maha Mengetahui Sesuatu. Ibu dan ayah saya, termasuk keluarga saya yang lain, menanamkan pentingnya kejujuran dalam hal apapun. Saya sendiri, selalu gelisah dan tidak sampai hati kalau harus membohongi atau menyembunyikan sesuatu dari ibu dan ayah saya. Kenapa? Saya tidak mau jadi anak durhaka. Lalu, kalau ada orang yang meminta saya untuk berdusta, yang berdosa siapa? Saya. Termasuk ibu dan ayah saya. Kamu, masa iya sih, tega membalas semua kebaikan yang telah ibu dan ayahmu berikan dengan sebuah dosa? Dosa kecil, yang dilakukan berulang-ulang juga lama-lama akan membesar. Hadiah terbaik untuk ibu dan ayah adalah dengan menjadi anak yang soleh/solehah, yang berbakti pada orang tua.

Jujur saja saya kecewa. Memangnya saya apaan, sampai-sampai disuruh berbohong. Beranikah menanggung dosa-dosa saya? Tidak kan. Makanya jangan ajarkan orang untuk berbohong.

Bukankah teman yang baik itu adalah teman yang mengajak pada kebaikan? Teman yang dengan hanya didekatnya saja sudah mampu mengingatkanmu pada Allah? Bukan teman yang mengajak pada keburukan, atau bahkan malah menjerumuskannya pada neraka. Ibu dan ayah saya saja tidak sampai hati jika sampai menyakiti anaknya, apalagi menjerumuskan pada neraka. Naudzubillah min dzalik.

Selasa, 29 Maret 2016

aku

aku tidak perlu menyebutkan kepada dunia, apa yang tengah aku perjuangkan
aku tidak perlu menyebutkan apa yang aku harapkan dan aku inginkan
aku tidak perlu menyebutkan siapa yang aku suka dan siapa yang aku benci
aku pun tidak perlu menyebutkan, sejauh mana aku berusaha, sejauh mana aku berikhtiar
aku pun tidak perlu menyebutkan, apa yang sudah aku lakukan untuk sekitarku
aku tidak perlu menyebutkan, kebaikan apa saja yang aku pernah lakukan
aku tidak perlu menyebutkan, ibadah apa saja yang sudah aku lakukan

selayaknya dosa-dosaku yang selalu aku jaga agar orang tidak mengetahuinya,
sebaik itu pula aku menyimpan semuanya sendiri
biarlah hanya Allah yang tahu.

buatmu yang hanya bisa melihat,
jangan menilai dari apa yang kamu lihat, rasakan dan dengarkan
jangan berprasangka apapun terhadapku
jangan menyepelekanku semudah itu
kita tidak akan pernah tahu apa yang Allah akan lakukan,
kita tidak akan pernah tahu.
aku hanya berusaha sebaik yang aku bisa.


aku tidak perlu menyebutkannya, bukan?!

Penyebar Kabar Burung

"akan selalu ada yang tidak menyukaimu, tidak peduli seberapa baiknya dirimu, pasti tetap akan ada orang yang tidak menyukaimu"

aku pernah mendengar pepatah ini. tapi aku terlalu lupa untuk menyebutkan siapa yang ada di balik pepatah ini. okeh, aku akan membahas hal ini.

kapanpun, dimanapun, bagaimanapun lingkunganmu, akan ada orang yang tidak menyukaimu. entah dia beralasan, bahkan tidak punya alasan sekalipun. entah dia orang yang kamu kenal, atau tidak mengenalmu sekalipun. jangan salahkan mereka, lihatlah dirimu, apakah kamu juga demikian? ataukah kamu sama seperti mereka yang kamu keluhkan?

begini, mungkin akan jauh lebih baik jika orang yang membuat kabar burung, yang menyebarkan gosip tidak baik tentangmu itu adalah orang yang sama sekali kamu tidak kenal, atau orang yang kamu benci. tapi bagaimana bila itu orang yang dekat denganmu? tidak peduli seberapa keras pun kamu mencoba menghentikan berita buruk itu (yang 100% tidak benar itu), tapi berita buruk itu selalu datang, lagi dan lagi? tidakkah kamu kesal dibuatnya? tidakkah kamu marah dibuatnya? ataukah, kamu hanya menganggap sebagai angin lalu dan berpikir lama-kelamaan akan surut dengan sendirinya?

pada awalnya, aku tipe yang kedua. aku akan mencoba tidak peduli dan tidak mendengarkan apapun yang mereka katakan. berita-berita buruk itu, aku anggap sebagai sampah yang harus dibuang dan tidak layak untuk aku simpan. namun, bila lama-kelamaan berita buruk itu terus-menerus datang, orang-orang didekatmu tidak berusaha pula untuk menghentikan, malah mencoba "bercanda" dengan hal itu, apa yang harus aku lakukan? aku sudah mencoba tidak peduli, aku sudah mencoba tidak akan mau mendengarkan, tapi lama-kelamaan hal itu menjadi sesuatu yang sangat menyakitiku. tidakkah mereka berpikir sedikit saja tentang bagaimana perasaanku?

aku sedang berusaha, aku sedang berusaha menjadi orang baik. aku sedang berusaha mengendalikan amarahku. dan aku selalu berusaha, untuk tidak pernah membalas perbuatan dan perkataan buruk yang orang lain timpakan padaku. aku diam, bukan berarti aku tidak melakukan apa-apa. aku hanya berdoa, semoga Allah senantiasa mengampuni kalian, menjaga lisan kalian untuk tidak menyakiti orang lain. hanya karena orang itu diam dan ikut tertawa, bukan berarti itu yang sebenar-benarnya terlihat bukan? aku pandai menyembunyikan perasaanku. aku sakit dengan semua itu.

tahukah? bagaimana malunya aku, bagaimana sakitnya hatiku, bagaimana perasaanku saat berita buruk itu terus datang padaku? seberapapun besar ada dorongan untuk membalas, aku tahu, itu hanyalah setan yang sedang berbisik. dan aku tidak akan melakukannya, tidak akan membalasnya. dan aku selalu punya cara sendiri untuk menyembunyikan malu dan sakit hatiku.

aku kira, sekarang bukan lagi waktunya untuk menyebarkan berita buruk, menyebarkan gosip yang tidak benar. sebelum kamu benar-benar melakukannya, pikirkan dulu perasaan orang yang menjadi objek bully-anmu. hanya karena dia diam, hanya karena dia hanya bisa tersenyum dan tertawa, bukan berarti dalam hatinya juga baik-baik saja. bukankah kita sesama muslim, harusnya saling menghargai dan menghormati? bukankah kita seharusnya bisa menjaga lisan dan perbuatan kita? bukannya malah merusak diri sendiri dengan menyebarkan candaan yang sangat tidak dewasa itu?

aku rasa, sekarang waktunya kita untuk sama-sama belajar menjadi dewasa, belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi untuk sesama, belajar menjadi makhluk ciptaan Allah yang luar biasa, berlomba-lomba merebut perhatian dan cinta dari-Nya? bukankah harusnya kita demikian?

yuk, kita bersama-sama belajar. jangan menjadi orang yang buruk, jangan menjadi orang yang bukan dirimu agar bisa diterima oleh orang banyak, jangan berusaha untuk mencela dan menyebarkan gosip hanya untuk membuat orang lain tertawa. bukankah sahabat Nabi Muhammad saw banyak yang mengatakan demikian?

perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan
jangan perlakukan orang lain sebagaimana kamu tidak ingin diperlakukan
jika ingin orang lain berbuat baik padamu, kamu pun harus berbuat baik pada orang lain
meski orang yang baik tidak membutuhkan alasan untuk berbuat baik
meski orang yang baik tidak akan pernah memandang siapa kamu
dan meskipun orang baik, tidak akan pamrih
tetaplah berbuat baik, maka kebaikan akan menyertaimu selalu.

Senin, 25 Januari 2016

teman atau sahabat?

Agaknya aku perlu mendefinisikan ulang arti "teman" dan "sahabat". Aku kira, awalnya dua kata ini hanya istilah saja, yang dipakai agar terasa nyaman saja. Lalu, aku sering membaca, sahabat itu baru bisa dihitung saat kita tertimpa musibah. Iya, awalnya aku biasa saja dan berpikir: "aahh, toh sama saja, mungkin sibuk atau apalah itu, nggak papa pun, karena nggak ke semua orang pula aku bisa percaya". Dan, kalimat ulama besar itu, baru bisa aku pahami beberapa waktu lalu dan belakangan ini. Saya baru benar-benar paham, siapa sahabat dan siapa yang cukup hanya sebagai teman.

Sebulan yang lalu, budhe meninggal. Itu saat-saat dimana aku terpuruk, sedih, udah lah campur aduk banget dan nggak karuan banget rasanya. Aku pun sengaja apdet di sosial media -bbm dan line- bukan bermaksud untuk "pamer" kesedihan, tapi sedang mengabarkan ke saudara-saudara jauh yang nggak bisa aku hubungin satu per satu juga. Dan you know what? (Aku pun melihat ini sebagai pembelajaran buat aku juga), ternyata orang yang selama ini aku anggep sahabat, sama sekali tidak menunjukkan sedikitpun batang hidungnya. Seenggaknya, turut lah berbela sungkawa, tapi nggak tuh sama sekali. Oke lah, kalau dia sedang nggak punya paket internet jadi nggak tau, tapi nggak tuh. Dia banyak berkeliaran di sosial media, tapi nggak sedikit pun menunjukkan belasungkawa. Satu orang yang aku kira dekat, sama sekali nggak tanya, tanya pun selang beberapa hari dan aku yakin hanya basa-basi karna dia butuh sesuatu, yang selalu dia lakukan --> berbasa-basi hanya karna butuh sesuatu, pura-pura peduli karna butuh bantuan. Satu orang lain yang aku anggep sahabat standar aja, bahkan tanya pun enggak. Padahal aku tahu, mereka aktif sekali di sosial media. Dan sahabat-sahabat lain yang selalu butuh aku disaat mereka terpuruk, tidak sedikitpun menunjukkan batang hidungnya. Hanya beberapa yang menanyakan, dan hanya beberapa yang berusaha menghibur tanpa pernah mengungkit.

Lalu aku sedih? Iyalah! Siapa yang nggak sedih, orang yang kamu anggep sahabat, orang yang selalu diusahakan untuk memberikan sedikit waktu dan nasehatnya, ternyata sama sekali nggak peduli. Sedih banget, luar biasa. Trus, curhat sama seorang sahabat kepercayaan aku, sahabat yang memang udah ada dari jaman kecil dulu. Katanya: kamu nggak perlu repot-repot mikirin dia yang nggak peduli sama kamu, jadi sekarang kamu harusnya tahu dan paham, siapa yang harus kamu pertahankan dan siapa yang harus kamu lepaskan. Dia yang ada disaat sedihmu, akan jauh lebih berharga dibanding dia yang selalu nebeng kebahagiaanmu tanpa pernah memikirkan sedikitpun tentangmu.

Sahabat saya benar tentang ini, dan dia memang selalu yang bisa dan mampu memahamiku. Jadi, buat apa aku pertahankan mereka yang bahkan tidak peduli sama sekali dengan sedihku, meskipun mereka selalu mengemis perhatian dan minta dikasihani kalau mereka sedih. Aku jadi tahu, porsi yang pas untuk mereka yang tidak pernah peduli. Mereka yang tadinya aku anggap spesial karena mereka sahabatku, sekarang sudah berubah semua. Berubah menjadi seseorang yang hanya aku sebut "teman". Jujur aku kecewa sekali, tapi mau bagaimana juga ya? Aku saja tidak pernah dianggap, aku saja tidak pernah dipedulikan, aku saja tidak pernah dipahami. Mungkin dengan ini aku jadi bisa introspeksi diri, mungkin banyak sekali kekuranganku yang nggak bisa mereka terima, mungkin aku tidak bisa menjadi teman yang super, teman yang baik, teman yang selalu mengerti dan memahami.

Jadi teringat dulu, teman yang aku kira sahabat, yang hanya datang disaat dia butuh. Selalu saja membuat aku harus selalu membantunya, tidak peduli apapun kondisiku, entah aku sedang sangat capek (aku nggak boleh terlalu capek dan bisa sakit), entah aku sedang ingin sendiri, atau entah aku sedang sibuk atau repot dengan urusanku sendiri. Tapi giliran aku membutuhkannya? Ada saja alasannya agar nggak bantuin aku. Akhirnya aku pun sadar, untuk apa juga mengemis bantuan dari dia. Yasudahlah, toh cukup jadi teman saja. Oke, aku introspeksi, mungkin ada yang salah denganku, mungkin aku yang kurang ajar atau gimana. Nggak mungkin juga meminta dia introspeksi diri. Buat apa? Hanya karena dia sudah terlalu nyaman dengan kebenaran dirinya, sehingga selalu saja menganggap benar dirinya sendiri tanpa pernah berusaha introspeksi. Menyalahkan orang lain paling gampang. Introspeksi toh bukan menyalahkan diri sendiri, tapi menyadari kesalahan diri sendiri. Jadi buat apa introspeksi kalau ujung-ujungnya menyalahkan diri sendiri dan bercerita ke semua orang bahwa dirimulah yang paling menderita dan orang lain yang salah, hanya ingin mengemis perhatian dari orang lain, hanya ingin membuktikan kalau kau layak untuk dikasihani. Astaghfirullahaladzim.

Kalau kamu meminta selalu pengiyaan dariku, maaf aku tidak bisa. Aku katakan apa yang menurutku benar, dan aku katakan apa yang menurutku salah, Aku berbicara apa adanya, tidak dibuat-buat, tidak berusaha menipu, tidak berusaha memakai topeng atau apalah hanya untuk menyenangkan hati orang. Kalau aku berkata menyenangkan, ya memang begitulah adanya. Anda boleh saja sakit hati, marah, benci, bahkan memakiku dan tidak mau berteman lagi denganku. Aku tidak masalah. Silahkan saja, ceritakan semua keburukan yang pernah aku lakukan, namun Anda tidak perlu khawatir, sedikitpun aku tidak akan pernah membocorkan apa yang menurutmu rahasia. Anda tetap tidak percaya? Silahkan saja, aku tidak akan mengemis apapun darimu.

Kita tidak akan kehilangan teman, tenang saja. Hanya saja porsi untuk percaya dan bercerita itu ada batasnya. Aku orang yang mudah bosan, bosan dengan segala sikap manja, tergantung, pura-pura dan ketidakpedulian ini. Aku tidak akan melakukan pembelaan apapun, kita bersahabat hanya pada mereka yang bisa SALING mengerti dan memahami bukan? Kalau hanya satu saja yang butuh dimengerti dan dipahami tanpa pernah mencoba untuk mengerti dan memahami orang lain, kapan kita akan belajar untuk menjadi dewasa?

Oke baiklah, mungkin kesalahanku terlalu banyak. Kata-kata yang tidak pantas, becanda yang melampui batas, sikap yang kelewat acuh, perilaku yang tidak selayaknya, memalukan, tidak mengena di hati kalian, aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku tidak akan memaksa dan meminta kalian semua agar menyukaiku dan mau berteman denganku, itu semua terserah kalian saja. Aku hanya mempertahankan mereka yang mau belajar proses denganku. Aku tidak akan pernah bisa berubah seorang diri tanpa bantuan dari kalian semua, entah baik atau buruknya kalian, aku akan terus belajar dari itu. Tidak akan pernah berhenti belajar. 

Mungkin saat ada yang membaca ini ada yang berpikiran dan berperasaan: "Ah Anis omong kosong! Bisanya nyindir dan nyiyir di sosial media. Ngomongin segala buruknya orang lain ini itu, tapi sendirinya juga kayak gitu! Sama nggak baiknya, sama jahatnya, sama omong kosongnya!" Silahkan saja. Mungkin benar aku seperti itu. Terserah saja. Aku minta maaf kalau ada yang tersinggung. Aku akan berusaha untuk memperbaiki diriku sendiri.

Manusia tidak ada yang benar-benar sangat baik, dan tidak ada yang benar-benar sangat jahat. Kita tinggal memilih, mau jadi orang baik atau jadi orang jahat. Karena definisi baik dan jahat menurut tiap orang pun beda, menurut satu kelompok orang dengan kelompok orang lain pun beda.
Cukuplah diantara kita saling menghargai dan menghormati saja, tanpa berusaha mengusik orang lain dengan sikap dan ucapan yang tidak pantas.

Mohon maaf dan terima kasih 

Ps: mungkin diantara kalian setelah membaca ini jadi merubah pikiran dan penilaian kalian untukku, itu terserah kalian saja. Aku mohon maaf kalau ada yang menyinggung.

Minggu, 24 Januari 2016

dewasa vs kekanak-kanakan

HAI! INI POSTINGAN PERTAMA DI TAHUN 2016


pernahkah kamu, tiba-tiba merasa kesal sama orang yang tiba-tiba marah dan memusuhimu tanpa alasan yang jelas? tanpa babibu langsung saja kamu menjadi pihak paling bersalah atas tuduhan yang kamu sendiripun nggak pernah tau itu apa? oke, mungkin hanya aku saja yang merasakannya.

dari dulu, aku tidak pernah takut untuk dibenci orang. mau orang marah, mau orang benci, selama dia punya alasan jelas kenapa bisa begitu marah dan membenciku, aku nggak pernah masalah. aku sedang berusaha untuk menjadi orang baik, namun memang tidak selamanya dan tidak semuanya orang akan setuju dengan segala tingkah laku dan ucapanku. pernah aku membaca, mau sebaik dan sebenar apapun kamu, akan tetap ada orang yang tidak suka dan bahkan membencimu. baiklah, memang manusia tidak akan pernah menjadi sempurna, memang manusia selalu punya cacat cela, dan hukum kebenaran yang dibuat manusia tidak pernah sama untuk manusia lainnya. mungkin dengan aku menulis seperti ini, ada beberapa yang setuju dan banyak yang tidak setuju. tidak apa-apa, aku hanya berusaha untuk jujur pada diri sendiri, mengungkapkan apa yang selama ini menjadi beban.

kita memang tidak akan pernah bisa mengendalikan pikiran dan perasaan orang lain pada kita. bukan dengan mereka kita memulai, tapi dari diri sendiri. kita tidak pernah tahu siapa yang menyukai kita sampai mereka berkata, bukan? kita pun tidak akan pernah tahu siapa yang membenci kita kalau mereka tidak menunjukkan sikap penolakan pada kita, bukan? mau sepeka apapun kita, mau berusaha se-care apapun kita sama manusia dan lingkungan, pasti ada saja hal yang akan terlewat. karena kita manusia memang diciptakan dalam kondisi serba terbatas. kita tidak bisa memeluk semua yang ingin kita peluk, tangan kita tidak akan mampu sampai. kita tidak bisa memikirkan 100 masalah sekaligus dalam satu waktu, namun kita berusaha untuk menyelesaikannya satu per satu. namun bukannya dengan kondisi serba terbatas itu manusia jadi menyerah pada kemampuan dirinya, bukan menjadikan manusia jadi bertahan pada pikiran dan perasaannya, serta membenarkan segala yang menjadi patokan hidupmu!

prinsip hidup orang satu dengan orang lain beda, begitupun perbedaan karakter dan sifat orang. memang orang berbeda-beda, memang orang tidak akan pernah sama, bahkan mereka yang kembar sekalipun. seharusnya manusia tahu akan hal itu. namun mereka mengabaikan, mengapa? karena semakin dia berbeda dengan kita, semakin tidak usahlah kita dekat-dekat dengannya. sebenarnya ini pun tak salah, asal masing-masing dari kita mampu menghargai dan menghormati perbedaan itu.

jadi untuk menyikapinya, bukan dengan menjauh, marah atau benci, tapi hargailah. tidak semua orang mampu menjadi sepertimu, karena kamu pun siapa? menjadikan dirimu patokan dimana orang lain harus menggantungkan standarnya padamu? kamu punya pandangan sendiri, orang pun sama. tidak memaksakan mereka, tapi hargailah, pahamilah.

bagaimana mungkin ada orang yang selalu ingin dimengerti dan dipahami tanpa pernah sedikitpun mencoba untuk mengerti dan memahami orang lain? bagaimana mungkin ada seseorang yang selalu ingin diikutsertakan dalam bahagia orang lain, tapi tidak pernah sedikitpun mencoba peduli pada sedihnya orang lain? setiap orang punya batasan sendiri-sendiri dalam bergaul dengan orang lain. mereka pun bisa memahami, siapa yang menghargai dan siapa yang tidak. jadi, jangan meminta ikut dalam bahagia orang, jika kamu sendiri tidak pernah sekalipun peduli ketika orang itu kesusahan, ketika orang itu butuh bantuan.

pada dasarnya semua orang itu egois. tidak ada yang benar-benar mampu dan berusaha untuk memikirkan dan membahagiakan orang lain, tanpa dia sendiri pun memikirkan konsekuensinya untuk diri sendiri. Kecuali orang tuaku.

kau boleh saja egois dan membenarkan segala pikiran dan perasaanmu tentang seseorang. boleh, tapi kamu pun tidak perlu mengeluh sedikitpun ketika orang lain tidak memprioritaskanmu, ketika orang lain mulai berpikiran dan berperasaan buruk padamu. bisa saja kau marah dan membenci orang itu, tapi lihatlah dirimu, apakah sudah kamu menyukai dan memakluminya? apakah sudah kau berusaha untuk membahagiakan orang itu dengan baik? apakah sudah kau berusaha untuk menghilangkan segala pikiran dan perasaan burukmu pada orang lain itu? mereka berperilaku, sebatas bagaimana kamu berperilaku. jika kamu tidak pernah menghargai dan menghormati orang, maka orang lain pun akan sama sikap dan perilakunya padamu. jika tidak pernah sedikitpun kamu peduli dengan kesedihan dan keterpurukan orang hanya karna kamu tidak mau repot, jangan harap kamu akan diikutkan dalam bahagianya. setiap orang seharusnya tahu, siapa yang akan dia pertahankan dalam hidupnya, siapa yang akan dia tinggalkan. dia yang dipertahankan bukan hanya disaat bahagia saja, namun yang ada ketika kamu terjatuh. jadi jangan salahkan seseorang, bila kau bukan lagi menjadi prioritasnya.

manusia berperilaku kebanyakan adalah satu sama. kamu berperilaku, aku pun akan berperilaku demikian, katanya. namun, jangan pernah meremehkan mereka yang diam dan selalu memaafkan, mereka mungkin saja selalu memaklumi segala tingkah laku yang egois dan kekanak-kanakan itu, mungkin mereka masih belum memahami bagaimana cara membencimu suatu saat nanti, mungkin mereka masih mencoba peduli meskipun kau sama sekali tidak pernah mempedulikannya. silahkan saja dianggap remeh dan dianggap enteng. namun jangan salahkan mereka, kalau suatu saat mereka akan berbalik tidak mempedulikanmu, berbalik mengacuhkanmu. memang sabar tidak akan pernah ada batasnya, hanya manusia sendiri lah yang membuat batasannya. jika ada orang yang masih mampu sabar atas segala sikap, tingkah laku dan perasaan-perasaanmu, dia punya hati yang luas, pertahankan.

setiap orang butuh dan harus berubah. memang tidak sebentar. mana ada proses yang sebentar. namun jika dia mau sungguh-sungguh pun, lihat siapa yang ada disampingnya, dia pulalah yang pantas untuk dipertahankan. jangan bertahan pada kondisimu yang sekarang, mungkin mereka yang sekarang ada di sekelilingmu masih bisa menemani, namun jika pun tidak pernah ada niatan untuk berubah, jangan salahkan mereka jika pergi. jika pun kamu ingin orang lain untuk mengerti, memahami dan mempedulikanmu, mulailah dengan mengerti, memahami dan mempedulikan orang lain. semakin egois seseorang, semakin orang enggan untuk berinteraksi. semakin dewasa seseorang, mungkin memang temannya akan menjadi jauh lebih sedikit, tapi dia-lah orang-orang yang terpilih, orang-orang yang dipilih untuk ada disaat bahagia maupun sedihnya.

sekian dan terima kasih.