Senin, 25 Januari 2016

teman atau sahabat?

Agaknya aku perlu mendefinisikan ulang arti "teman" dan "sahabat". Aku kira, awalnya dua kata ini hanya istilah saja, yang dipakai agar terasa nyaman saja. Lalu, aku sering membaca, sahabat itu baru bisa dihitung saat kita tertimpa musibah. Iya, awalnya aku biasa saja dan berpikir: "aahh, toh sama saja, mungkin sibuk atau apalah itu, nggak papa pun, karena nggak ke semua orang pula aku bisa percaya". Dan, kalimat ulama besar itu, baru bisa aku pahami beberapa waktu lalu dan belakangan ini. Saya baru benar-benar paham, siapa sahabat dan siapa yang cukup hanya sebagai teman.

Sebulan yang lalu, budhe meninggal. Itu saat-saat dimana aku terpuruk, sedih, udah lah campur aduk banget dan nggak karuan banget rasanya. Aku pun sengaja apdet di sosial media -bbm dan line- bukan bermaksud untuk "pamer" kesedihan, tapi sedang mengabarkan ke saudara-saudara jauh yang nggak bisa aku hubungin satu per satu juga. Dan you know what? (Aku pun melihat ini sebagai pembelajaran buat aku juga), ternyata orang yang selama ini aku anggep sahabat, sama sekali tidak menunjukkan sedikitpun batang hidungnya. Seenggaknya, turut lah berbela sungkawa, tapi nggak tuh sama sekali. Oke lah, kalau dia sedang nggak punya paket internet jadi nggak tau, tapi nggak tuh. Dia banyak berkeliaran di sosial media, tapi nggak sedikit pun menunjukkan belasungkawa. Satu orang yang aku kira dekat, sama sekali nggak tanya, tanya pun selang beberapa hari dan aku yakin hanya basa-basi karna dia butuh sesuatu, yang selalu dia lakukan --> berbasa-basi hanya karna butuh sesuatu, pura-pura peduli karna butuh bantuan. Satu orang lain yang aku anggep sahabat standar aja, bahkan tanya pun enggak. Padahal aku tahu, mereka aktif sekali di sosial media. Dan sahabat-sahabat lain yang selalu butuh aku disaat mereka terpuruk, tidak sedikitpun menunjukkan batang hidungnya. Hanya beberapa yang menanyakan, dan hanya beberapa yang berusaha menghibur tanpa pernah mengungkit.

Lalu aku sedih? Iyalah! Siapa yang nggak sedih, orang yang kamu anggep sahabat, orang yang selalu diusahakan untuk memberikan sedikit waktu dan nasehatnya, ternyata sama sekali nggak peduli. Sedih banget, luar biasa. Trus, curhat sama seorang sahabat kepercayaan aku, sahabat yang memang udah ada dari jaman kecil dulu. Katanya: kamu nggak perlu repot-repot mikirin dia yang nggak peduli sama kamu, jadi sekarang kamu harusnya tahu dan paham, siapa yang harus kamu pertahankan dan siapa yang harus kamu lepaskan. Dia yang ada disaat sedihmu, akan jauh lebih berharga dibanding dia yang selalu nebeng kebahagiaanmu tanpa pernah memikirkan sedikitpun tentangmu.

Sahabat saya benar tentang ini, dan dia memang selalu yang bisa dan mampu memahamiku. Jadi, buat apa aku pertahankan mereka yang bahkan tidak peduli sama sekali dengan sedihku, meskipun mereka selalu mengemis perhatian dan minta dikasihani kalau mereka sedih. Aku jadi tahu, porsi yang pas untuk mereka yang tidak pernah peduli. Mereka yang tadinya aku anggap spesial karena mereka sahabatku, sekarang sudah berubah semua. Berubah menjadi seseorang yang hanya aku sebut "teman". Jujur aku kecewa sekali, tapi mau bagaimana juga ya? Aku saja tidak pernah dianggap, aku saja tidak pernah dipedulikan, aku saja tidak pernah dipahami. Mungkin dengan ini aku jadi bisa introspeksi diri, mungkin banyak sekali kekuranganku yang nggak bisa mereka terima, mungkin aku tidak bisa menjadi teman yang super, teman yang baik, teman yang selalu mengerti dan memahami.

Jadi teringat dulu, teman yang aku kira sahabat, yang hanya datang disaat dia butuh. Selalu saja membuat aku harus selalu membantunya, tidak peduli apapun kondisiku, entah aku sedang sangat capek (aku nggak boleh terlalu capek dan bisa sakit), entah aku sedang ingin sendiri, atau entah aku sedang sibuk atau repot dengan urusanku sendiri. Tapi giliran aku membutuhkannya? Ada saja alasannya agar nggak bantuin aku. Akhirnya aku pun sadar, untuk apa juga mengemis bantuan dari dia. Yasudahlah, toh cukup jadi teman saja. Oke, aku introspeksi, mungkin ada yang salah denganku, mungkin aku yang kurang ajar atau gimana. Nggak mungkin juga meminta dia introspeksi diri. Buat apa? Hanya karena dia sudah terlalu nyaman dengan kebenaran dirinya, sehingga selalu saja menganggap benar dirinya sendiri tanpa pernah berusaha introspeksi. Menyalahkan orang lain paling gampang. Introspeksi toh bukan menyalahkan diri sendiri, tapi menyadari kesalahan diri sendiri. Jadi buat apa introspeksi kalau ujung-ujungnya menyalahkan diri sendiri dan bercerita ke semua orang bahwa dirimulah yang paling menderita dan orang lain yang salah, hanya ingin mengemis perhatian dari orang lain, hanya ingin membuktikan kalau kau layak untuk dikasihani. Astaghfirullahaladzim.

Kalau kamu meminta selalu pengiyaan dariku, maaf aku tidak bisa. Aku katakan apa yang menurutku benar, dan aku katakan apa yang menurutku salah, Aku berbicara apa adanya, tidak dibuat-buat, tidak berusaha menipu, tidak berusaha memakai topeng atau apalah hanya untuk menyenangkan hati orang. Kalau aku berkata menyenangkan, ya memang begitulah adanya. Anda boleh saja sakit hati, marah, benci, bahkan memakiku dan tidak mau berteman lagi denganku. Aku tidak masalah. Silahkan saja, ceritakan semua keburukan yang pernah aku lakukan, namun Anda tidak perlu khawatir, sedikitpun aku tidak akan pernah membocorkan apa yang menurutmu rahasia. Anda tetap tidak percaya? Silahkan saja, aku tidak akan mengemis apapun darimu.

Kita tidak akan kehilangan teman, tenang saja. Hanya saja porsi untuk percaya dan bercerita itu ada batasnya. Aku orang yang mudah bosan, bosan dengan segala sikap manja, tergantung, pura-pura dan ketidakpedulian ini. Aku tidak akan melakukan pembelaan apapun, kita bersahabat hanya pada mereka yang bisa SALING mengerti dan memahami bukan? Kalau hanya satu saja yang butuh dimengerti dan dipahami tanpa pernah mencoba untuk mengerti dan memahami orang lain, kapan kita akan belajar untuk menjadi dewasa?

Oke baiklah, mungkin kesalahanku terlalu banyak. Kata-kata yang tidak pantas, becanda yang melampui batas, sikap yang kelewat acuh, perilaku yang tidak selayaknya, memalukan, tidak mengena di hati kalian, aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku tidak akan memaksa dan meminta kalian semua agar menyukaiku dan mau berteman denganku, itu semua terserah kalian saja. Aku hanya mempertahankan mereka yang mau belajar proses denganku. Aku tidak akan pernah bisa berubah seorang diri tanpa bantuan dari kalian semua, entah baik atau buruknya kalian, aku akan terus belajar dari itu. Tidak akan pernah berhenti belajar. 

Mungkin saat ada yang membaca ini ada yang berpikiran dan berperasaan: "Ah Anis omong kosong! Bisanya nyindir dan nyiyir di sosial media. Ngomongin segala buruknya orang lain ini itu, tapi sendirinya juga kayak gitu! Sama nggak baiknya, sama jahatnya, sama omong kosongnya!" Silahkan saja. Mungkin benar aku seperti itu. Terserah saja. Aku minta maaf kalau ada yang tersinggung. Aku akan berusaha untuk memperbaiki diriku sendiri.

Manusia tidak ada yang benar-benar sangat baik, dan tidak ada yang benar-benar sangat jahat. Kita tinggal memilih, mau jadi orang baik atau jadi orang jahat. Karena definisi baik dan jahat menurut tiap orang pun beda, menurut satu kelompok orang dengan kelompok orang lain pun beda.
Cukuplah diantara kita saling menghargai dan menghormati saja, tanpa berusaha mengusik orang lain dengan sikap dan ucapan yang tidak pantas.

Mohon maaf dan terima kasih 

Ps: mungkin diantara kalian setelah membaca ini jadi merubah pikiran dan penilaian kalian untukku, itu terserah kalian saja. Aku mohon maaf kalau ada yang menyinggung.

Minggu, 24 Januari 2016

dewasa vs kekanak-kanakan

HAI! INI POSTINGAN PERTAMA DI TAHUN 2016


pernahkah kamu, tiba-tiba merasa kesal sama orang yang tiba-tiba marah dan memusuhimu tanpa alasan yang jelas? tanpa babibu langsung saja kamu menjadi pihak paling bersalah atas tuduhan yang kamu sendiripun nggak pernah tau itu apa? oke, mungkin hanya aku saja yang merasakannya.

dari dulu, aku tidak pernah takut untuk dibenci orang. mau orang marah, mau orang benci, selama dia punya alasan jelas kenapa bisa begitu marah dan membenciku, aku nggak pernah masalah. aku sedang berusaha untuk menjadi orang baik, namun memang tidak selamanya dan tidak semuanya orang akan setuju dengan segala tingkah laku dan ucapanku. pernah aku membaca, mau sebaik dan sebenar apapun kamu, akan tetap ada orang yang tidak suka dan bahkan membencimu. baiklah, memang manusia tidak akan pernah menjadi sempurna, memang manusia selalu punya cacat cela, dan hukum kebenaran yang dibuat manusia tidak pernah sama untuk manusia lainnya. mungkin dengan aku menulis seperti ini, ada beberapa yang setuju dan banyak yang tidak setuju. tidak apa-apa, aku hanya berusaha untuk jujur pada diri sendiri, mengungkapkan apa yang selama ini menjadi beban.

kita memang tidak akan pernah bisa mengendalikan pikiran dan perasaan orang lain pada kita. bukan dengan mereka kita memulai, tapi dari diri sendiri. kita tidak pernah tahu siapa yang menyukai kita sampai mereka berkata, bukan? kita pun tidak akan pernah tahu siapa yang membenci kita kalau mereka tidak menunjukkan sikap penolakan pada kita, bukan? mau sepeka apapun kita, mau berusaha se-care apapun kita sama manusia dan lingkungan, pasti ada saja hal yang akan terlewat. karena kita manusia memang diciptakan dalam kondisi serba terbatas. kita tidak bisa memeluk semua yang ingin kita peluk, tangan kita tidak akan mampu sampai. kita tidak bisa memikirkan 100 masalah sekaligus dalam satu waktu, namun kita berusaha untuk menyelesaikannya satu per satu. namun bukannya dengan kondisi serba terbatas itu manusia jadi menyerah pada kemampuan dirinya, bukan menjadikan manusia jadi bertahan pada pikiran dan perasaannya, serta membenarkan segala yang menjadi patokan hidupmu!

prinsip hidup orang satu dengan orang lain beda, begitupun perbedaan karakter dan sifat orang. memang orang berbeda-beda, memang orang tidak akan pernah sama, bahkan mereka yang kembar sekalipun. seharusnya manusia tahu akan hal itu. namun mereka mengabaikan, mengapa? karena semakin dia berbeda dengan kita, semakin tidak usahlah kita dekat-dekat dengannya. sebenarnya ini pun tak salah, asal masing-masing dari kita mampu menghargai dan menghormati perbedaan itu.

jadi untuk menyikapinya, bukan dengan menjauh, marah atau benci, tapi hargailah. tidak semua orang mampu menjadi sepertimu, karena kamu pun siapa? menjadikan dirimu patokan dimana orang lain harus menggantungkan standarnya padamu? kamu punya pandangan sendiri, orang pun sama. tidak memaksakan mereka, tapi hargailah, pahamilah.

bagaimana mungkin ada orang yang selalu ingin dimengerti dan dipahami tanpa pernah sedikitpun mencoba untuk mengerti dan memahami orang lain? bagaimana mungkin ada seseorang yang selalu ingin diikutsertakan dalam bahagia orang lain, tapi tidak pernah sedikitpun mencoba peduli pada sedihnya orang lain? setiap orang punya batasan sendiri-sendiri dalam bergaul dengan orang lain. mereka pun bisa memahami, siapa yang menghargai dan siapa yang tidak. jadi, jangan meminta ikut dalam bahagia orang, jika kamu sendiri tidak pernah sekalipun peduli ketika orang itu kesusahan, ketika orang itu butuh bantuan.

pada dasarnya semua orang itu egois. tidak ada yang benar-benar mampu dan berusaha untuk memikirkan dan membahagiakan orang lain, tanpa dia sendiri pun memikirkan konsekuensinya untuk diri sendiri. Kecuali orang tuaku.

kau boleh saja egois dan membenarkan segala pikiran dan perasaanmu tentang seseorang. boleh, tapi kamu pun tidak perlu mengeluh sedikitpun ketika orang lain tidak memprioritaskanmu, ketika orang lain mulai berpikiran dan berperasaan buruk padamu. bisa saja kau marah dan membenci orang itu, tapi lihatlah dirimu, apakah sudah kamu menyukai dan memakluminya? apakah sudah kau berusaha untuk membahagiakan orang itu dengan baik? apakah sudah kau berusaha untuk menghilangkan segala pikiran dan perasaan burukmu pada orang lain itu? mereka berperilaku, sebatas bagaimana kamu berperilaku. jika kamu tidak pernah menghargai dan menghormati orang, maka orang lain pun akan sama sikap dan perilakunya padamu. jika tidak pernah sedikitpun kamu peduli dengan kesedihan dan keterpurukan orang hanya karna kamu tidak mau repot, jangan harap kamu akan diikutkan dalam bahagianya. setiap orang seharusnya tahu, siapa yang akan dia pertahankan dalam hidupnya, siapa yang akan dia tinggalkan. dia yang dipertahankan bukan hanya disaat bahagia saja, namun yang ada ketika kamu terjatuh. jadi jangan salahkan seseorang, bila kau bukan lagi menjadi prioritasnya.

manusia berperilaku kebanyakan adalah satu sama. kamu berperilaku, aku pun akan berperilaku demikian, katanya. namun, jangan pernah meremehkan mereka yang diam dan selalu memaafkan, mereka mungkin saja selalu memaklumi segala tingkah laku yang egois dan kekanak-kanakan itu, mungkin mereka masih belum memahami bagaimana cara membencimu suatu saat nanti, mungkin mereka masih mencoba peduli meskipun kau sama sekali tidak pernah mempedulikannya. silahkan saja dianggap remeh dan dianggap enteng. namun jangan salahkan mereka, kalau suatu saat mereka akan berbalik tidak mempedulikanmu, berbalik mengacuhkanmu. memang sabar tidak akan pernah ada batasnya, hanya manusia sendiri lah yang membuat batasannya. jika ada orang yang masih mampu sabar atas segala sikap, tingkah laku dan perasaan-perasaanmu, dia punya hati yang luas, pertahankan.

setiap orang butuh dan harus berubah. memang tidak sebentar. mana ada proses yang sebentar. namun jika dia mau sungguh-sungguh pun, lihat siapa yang ada disampingnya, dia pulalah yang pantas untuk dipertahankan. jangan bertahan pada kondisimu yang sekarang, mungkin mereka yang sekarang ada di sekelilingmu masih bisa menemani, namun jika pun tidak pernah ada niatan untuk berubah, jangan salahkan mereka jika pergi. jika pun kamu ingin orang lain untuk mengerti, memahami dan mempedulikanmu, mulailah dengan mengerti, memahami dan mempedulikan orang lain. semakin egois seseorang, semakin orang enggan untuk berinteraksi. semakin dewasa seseorang, mungkin memang temannya akan menjadi jauh lebih sedikit, tapi dia-lah orang-orang yang terpilih, orang-orang yang dipilih untuk ada disaat bahagia maupun sedihnya.

sekian dan terima kasih.