Senin, 24 Oktober 2016

Menyoal Prinsip

Beberapa waktu lalu, sempet suka sama orang. Orang psikologi juga di kampus aku. Setahun bertahan suka sama orang ini, sampai akhirnya memutuskan untuk melupakannya karena satu dan lain hal, alhamdulillah sih sekarang udah berhasil.

Aku nggak mau bahas soal orang itu kok. Aku cuma mau bahas proses selama aku suka sama orang itu.

So, aku ini sudah lelah dengan namanya pacaran nggak jelas. Luntang luntung kesana kemari berduaan, tapi ujung-ujungnya toh putus juga. Nggak ada manfaatnya, banyak mudharatnya. Nggak ada pahalanya, malah banyak dosanya. Nah, karena aku takut sama dosa ini, makanya aku memutuskan buat nggak pacaran. Jadi kalo ternyata ada laki-laki yang suka sama aku, monggo lah ketemu bapak ibu saya dulu. Mungkin karena ini efek jaman muda pacaran terus kali ya haha (dan aku nggak bangga!). Di umur segini, pikiran pasti udah ke arah pernikahan. Temen-temen udah banyak yang nikah dan punya anak. Mama udah minta mantu dan cucu, tante-tante udah pengen bantu-bantu. Tapi akunya malah santai. Ya gimana nggak santai -tapi sebenernya nggak santai-santai amat sih- aku kan masih kuliah, bikin tesis. Hmph, oke ini cuma alasan. Alasan utamanya ya karna belum ada pasangan aja. Dan aku ini tipe orang yang nggak gampang dideketin orang (katanya sih gitu), ada masalah kepercayaan dan kenyamanan disini. Kadang berpura-pura tegar bisa sendiri, padahal ya aku paling nggak suka sendiri, butuh teman buat berbagi, butuh teman buat saling menguatkan dan mengingatkan, dan pastinya sangat butuh imam yang bisa membimbing dan menjagaku. Ciyaaaaaaaa!!! WKWKWK

Bukannya nggak ada temen-temen sih, ya ada, banyak. Tapi kan rasanya beda kalo bukan pasangan. HAHA.

Jadi beginilah, karena sudah berprinsip nggak mau pacaran, aku takut dosa, serius! Makanya, datanglah baik-baik ke bapak ibuku, nyuwun ijin dan restu. Semacam taaruf gitu. Aku sudah berumur dewasa segini, kalau mau kemana-mana masih harus minta ijin dari orang tua, terutama ibu. Kalo ibu bilang enggak, ya aku enggak. Kalo ibu bilang iya, insyaAllah aman. Setiap langkah-langkahmu itu, pasti ada doa-doa kebaikan yang menyertai kalo bergantung sama restu orang tua, terutama ibu. Bukankah restu Allah itu ada di restu orang tua?

Aku memang belum baik, persoalan agama pun masih cetek, ngaji masih bolong-bolong dan nggak lancar, solat masih sering nggak pas di awal waktu, kadang masih suka ngomongin orang, jilbabnya belum menutup dada kadang-kadang, masih suka pake celana kalo keluar, dan masih banyak keburukan lainnya. Tapi bukan berarti aku tidak sedang berusaha. Aku banyak berdiskusi sama temen2 yang ilmu agamanya lebih tinggi, dan alhamdulillah punya sahabat yang selalu mengingatkan.

Berhijrah dan istiqomah memang susah. Semakin kamu ingin menjadi orang baik, semakin banyak setan menggoda, tapi semakin kamu niat dan mantap serta ikhlas lillahi ta'ala, Allah akan melindungi langkahmu, insyaAllah.

Setiap harinya kita dituntut agar lebih baik dari hari kemarin, jika yang terjadi adalah kemunduran, itu namanya pembodohan. Aku nggak mau macam teman saya yang awalnya saya suka sekali penampilannya, pakai rok, hijab lebar, pakai kaos kaki, dan berkata tidak ingin pacaran. Bahkan buat pakai celana pun dia nggak mau, buat boncengan sama laki-laki dia menolak. Tapi nggak taunya pacaran juga. BODOH! Dan aku nggak mau bodoh seperti itu.

Jadi waktu kemarin suka sama orang, saat temen2 lain bilang ini itu, menasehati biar chat duluan, ngajakin ngobrol duluan, tebar pesona dan sebagainya, entah kenapa itu bertentangan sama kata hati aku. Aku tau, wanita bisa jadi penghancur laki-laki, dan aku nggak mau jadi penyebab dosanya laki-laki. Menjaga sikap itu penting, yang aku lakukan cuma bisa mendoakannya. Berdoa, berdoa dan berdoa. Jadi semisal aku dan dia tidak berjodoh, cukuplah aku yang tersakiti, dan sakit itu nggak akan lama. Allah kan tidak akan menimpakan suatu penyakit tanpa ada obatnya. Ketika kita mencintai karena Allah, mengusahakan sesuai dengan anjuran Allah, dan menyerahkan sepenuhnya pada Allah, insyaAllah ketika bukan dia jodohmu, sakit di hatimu tidak akan terlalu lama. Alhamdulillah dan aku sudah pernah mengalaminya.

Satu hal yang aku pelajari, kita memang diwajibkan untuk saling mengingatkan antar sesama muslim, mengingatkan dalam hal kebaikan dan menyampaikan ayat-ayat Al Qur'an. Setidaknya, ketika kita tidak bisa mengajak orang berbuat pahala (karena mengingatkan itu susah, tidak semua orang mau melakukannya. Balik lagi ke orang masing-masing, karena tugas kita cuma mengingatkan), jangan membuat orang lain menjadi berdosa karena kita.

Semoga aku dan kamu, menjadi hamba Allah yang pandai melakukan kebaikan dan menjadi ahli surga. Semoga aku dan kamu, senantiasa dilindungi dan dijaga Allah dari perbuatan maksiat dan dosa-dosa lainnya.
Semoga aku dan kamu, menjadi hamba Allah yang bisa terus istiqomah di jalan Allah ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar