Kamis, 20 Desember 2012

sayap-sayap patah...

kita nggak akan selalu bisa merasa senang dan bahagia.. terkadang kita harus merasakan perih dan sakit, untuk bisa mengerti, ketika ada orang yang tak seberuntung kita.. namun bukan berarti saat kita senang kita melupakan segalanya.. TIDAK! justru seharusnya kita bersyukur..

Please perasaan, aku ingin kamu bersahabat denganku! Jangan tiba-tiba membuatku sedih, dan jangan pula tiba-tiba membuatku senang. Setidaknya tidak disaat aku sedang ingin bahagia. Baaahhhh apa pula ini..

*menghela nafas sejenak*

AKU KUAT! AKU BISA! PASTI BISA! Beberapa bulan yang lalu, selalu kata-kata ini yang aku teriakkan dalam otakku. "Sudahlah, berhenti saja kau galaukan semua ini, percuma, toh dia juga nggak bakal galauin kamu kayak kamu galauin dia." Suara-suara dalam hatiku terus saja berbisik. Entahlah, sepertinya tak ingin melewatkan perasaan ini walau hanya sekejap. Yap, bukan perasaan yang membahagiakan, seakan-akan ada benda yang sangat tajam tak sengaja melukainya, benda yang sangat berharga dan indah namun luka ini . . . . perih . . . . sungguh. Tak ada setetes darahpun yang keluar memang dari tubuh ini, namun perih ini selalu mengundang air mataku untuk turun, memang tak sederas hujan yang membuat banjir tadi. Bukan! Bukan air mata seperti itu, tapi lebih kepada air mata saat rintik-rintik hujan. Sedikit, tenang namun mampu membasahi.

Kau itu ibarat riak air di sungai, tenang, tapi entah siapa yang tahu bagaimana kau di dalamnya, apakah setenang yang terlihat? Atau justru kau semakin deras dan menghanyutkan di dalam? Yang mana? Bisakah kau sedikit santai? Agar aku lebih bisa sedikit bernafas. Fiiiuuuhhhh akhir seperti ini yang bukan aku inginkan, bukan. Aku tak ingin seperti ini, sungguh.

Berawal dari beberapa tahun yang lalu, saat aku pertama kali mengenalmu. Perkenalan yang biasa-biasa saja menurutku, karena aku sama sekali tak tertarik denganmu. Entah sejak kapan aku mulai merasa dekat denganmu, entah kenapa kau menimbulkan hasrat yang luar biasa nyaman saat aku didekatmu. Bukan mendekatimu karena aku yang punya perasaan aneh ini, BUKAN! Tapi lebih kepada karena aku inginkan kau untuk lebih mengenal lebih tentang sahabatku, yang secara tak langsung mengakui dia tertarik padamu. Aku ingin akhir yang bahagia untuk kalian. Sungguh! Tapi perasaan tulus itu berubah menjadi benci. Aku benci padamu sahabat. Sungguh, rasanya muak bahkan untuk mendengar namamu sekalipun. Teganya engkau, seseorang yang selalu aku banggakan ternyata membohongiku di belakang. Mungkin kau merasa terancam dengan keberadaanku, aku yang lebih dekat dengan dia, bukan kamu.

Aku ini bodoh atau apa, karena seharusnya aku menyadari kondisi seperti itu. Seharusnya aku sadar saat kau lebih tertarik padaku, bukan sahabatku. Pikiranku bukan kamu, ya, memang bukan kamu, tapi seseorang yang lain. Tapi siapa yang menyangka, ternyata hatiku itu kamu. Ya, ITU KAMU! DAMN! Kesadaranku justru muncul saat kau justru pergi dan menjauh. Menjadikanku sehelai dahan yang kering diantara mereka yang hijau, menyingkirkanku dan membuang jauh-jauh. Pertama kalinya aku tak ingin kau pergi. . . 

Semakin aku memikirkannya, semakin aku ingin engkau selalu ada untukku. Bah, perasaan seperti ini nggak boleh ada. Aku bukan siapa-siapa. Bahkan untuk mendekati dan sekedar menyapanya pun aku tak berani. Ya Tuhan, pengecut sekali aku.

dan semakin aku mengingatmu, semakin aku ingin engkau ada disini
semakin aku memikirkanmu, semakin aku ingin kau nyata untukku
semakin berusaha aku menjauhimu, semakin bayangmu muncul
dan hanya bisa dalam diam aku utarakan rasa ini

Tuhan, bukan seperti ini yang aku inginkan, bukan. Aku hanya inginkan semua baik-baik saja. Tapi aku sadar, aku hidup ini untuk merasakan apa itu sakit dan apa itu senang. Bukan bertahan pada satu sisi saja, sungguh, tapi aku inginkan semua baik-baik saja.

Kenyataan yang membawaku terbang dan berlari menjauh. Semakin aku mengagumimu, semakin aku tak bisa melepas rasa ini. Bahkan ketika kenyataan pahit datang. Ku anggap kau yang sungguh sempurna justru lebih memilih untuk dekat dengannya, dengan dia sahabatku. Sakit? Bukan itu, hatiku seperti mati. Aku sudah lupa bagaimana rasanya sakit tapi aku juga lupa bagaimana rasanya bahagia. Ada sesuatu yang membuatku sangat tidak menyukai situasi ini. Tolong, menjauhlah darinya!

Sampai ada saat dimana aku punya kesempatan untuk dekat denganmu, merasakan hangatnya tubuhmu, merasakan lembutmu dibalik kekarnya ragamu, merasakan sejuta kupu-kupu menari-nari dalam hatiku. Sungguh, ada perjanjianku dengan diriku, aku sama tak ingin kamu sakit. Biarlah dengan siapapun kau bahagia, asal tidak dengannya sahabatku. Yah, meski sebentar, tapi mengenalmu adalah bagian terindah dalam hidupku. Yah, meski sebentar, aku tau apa artinya sempurna itu. 

sempurna itu bukan saat kamu hanya melihat utuh seseorang, sempurna datang justru karena kau ada disampingnya dan melengkapinya.

Sungguh, diawal aku anggap kau begitu sempurna, ternyata kau jauh dari kata sempurna. Tapi dengan adanya kau disisiku, kau terlihat lebih sempurna dengan melengkapi kekuranganku. Bahagiaku lengkap, namun tak mengurangi kepedihanku. Justru disaat bersamaan kau hadirkan kesempurnaan, namun disisi lain kau juga ciptakan sebilah pedang untuk menghancurkannya. Semakin hari mengenalmu, semakin hari bersamamu, keegoisanku justru muncul. Aku hanya ingin kau jadi milikku, titik. Bukan yang lain. Mungkin Tuhan membaca keegoisanku dengan memberikan aku sentilan halusnya untuk melengkapi catatan langkahku di kehidupan ini. Sentilan halus yang harus aku akui cukup membuatku membuka pikiran dan mata hatiku yang selama ini tertutup olehnya. Sentilan yang seharusnya memang semua arah dan semua tujuanku bukan aku berikan untuknya, tapi kepada Yang Maha Agung penciptaku. Maafkan aku Tuhan.

Kesibukan dan tuntutan keadaan yang mengharuskanku tak bertemu denganmu. Tak mengapa, justru ini yang aku inginkan. Agar aku tak lagi tergantung padamu. Sampai pada suatu ketika kau merubah pandanganku tentangmu. Berbicara denganmu walau hanya sebentar, walau hanya melalui ponsel bututku. Berulang kali mengalir kata maaf darimu atas perlakuanmu. Baik, aku memaafkanmu dan akupun minta maaf. Tapi itu tidak akan mengubah keadaan, TIDAK! -entah mengapa aku yakin akan hal ini.

Hidup tanpamu membuatku tersadar, meski disela-sela detik kehidupanku terkadang masih muncul kenangan-kenangan yang pernah kau ciptakan. Bukan jadi sesuatu untuk membuatku galau! Bukan. Tapi aku belajar, dari kesalahanku dulu dan dari sesuatu yang pernah kau ajarkan buatku. Kau tak sepenuhnya buruk, kau itu baik. Kalau kau tak baik, mana mungkin kau akan mengajarkan aku hal baik? Tapi mungkin baiknya kamu bukan buatku, mungkin ada seseorang diluar sana yang membutuhkan kebaikanmu daripada aku. Cukuplah sesekali menghubungi meski bukan ada maksud lain. Cukuplah sesekali mendengar kabarmu, sungguh hatiku tak lagi dulu. Hatiku tak ada lagi namamu yang terpampang dengan jelas saat kau buka lebar-lebar pintu hatiku. Bukan. Terlebih kepada kau hanyalah semburat-semburat masa lalu.

masa yang akan datang adalah jodoh yang pasti
entah itu kau akan sukses, kau akan terus hidup, kau akan mati, atau apapun

Sang Pemberi Waktu-lah yang mempertemukanku denganmu kembali. Bukan seperti dulu, namun perasaan ini, aaah tak bisa ku tahan. Perasaan apa ini? Kenapa perih? Kenapa rasanya tak nyaman? Kenapa air mata ini ingin mengalir? Ya Tuhan, apapun tapi jangan turunkan air mata ini, tenangkan hatiku. Melewati berjam-jam denganmu bukanlah waktu yang gampang, berusaha keras menahan rasa. Kuakui, tak bertemu denganmu semua terlihat baik-baik saja. Aku mampu melupakanmu, bahkan bayangmu pun aku tak ingat. Tapi kenapa dengan ini? Kenapa perasaan yang aku tata dan aku jaga lamanya tega kau goyangkan dalam waktu sebentar yang perlahan? Tuhan, yakinkan aku untuk kuat, untuk bisa bertahan. Semua terlihat baik-baik saja sampai saat kau masih saja menganggapku "tuan putri" kecilmu, "tuan putri" yang selalu ingin kau jaga, "tuan putri" seperti saat dahulu, seperti saat aku dan kamu melebur menjadi kita.

Perasaan yang bergejolak ini membuatku sadar. Selama ini aku hanya bertahan. Aku bertahan dalam keperihan. Tak seharusnya aku lakukan ini, Tuhan sadarkan aku. Dia bukan lagi seharusnya orang yang aku puja seperti dulu. Tuhan, bangukan aku dari mimpi dan tidur panjangku ini.

seketika sepertiga kupu-kupu yang lelap tidur bangun, dengan sayap-sayapnya yang patah

perih, namun entah mengapa terasa indah. Lagi kau muncul dengan segenap keberanianmu menimbulkan perih yang telah lama terpendam.
Meski perih, namun aku bersyukur telah mengenalmu.

Tuhan telah mempertemukan aku dengan seseorang, meskipun perih namun keindahannya masih bisa aku rasakan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar