Kamis, 06 November 2014

Karena menyesal itu . . . .

Pernahkah ada penyesalan dalam hidupmu? Aku rasa semua orang pasti menjawab pernah. Entah itu pada hal-hal kecil, atau pada hal-hal yang besar. Misalnya, aku nyesel kenapa kemaren makan permen, sekarang gigiku sakit. Ya itu kecil yang besar. Sakit gigi itu menyakitkan ketimbang patah hati :|

Kalau kalian pernah, aku pun pernah. Contoh tadi adalah satu dari sekian penyesalan. Penyesalan kecil yang besar kedua adalah ketika minum kopi. Sudah tahu, bakalan jadi nggak enak badannya, tetep aja dilakuin. Giliran udah kejadian aja langsung nyesel.

Tapi sekarang aku nggak mau bahas nyesel makan permen atau nyesel minum kopi. Oke, mari kita bahas problematika anak muda sekarang ini: CINTA. C-I-N-T-A.

Aku pernah beberapa kali jatuh cinta. Meski sepertinya biasa-biasa saja. Maksudku, aku belum benar-benar menemukan cinta sejatiku *ceilah. Atau sudah? Aku pun tak mengertiiiii~ ouwwoooo. Aku akan ceritakan beberapa kisah, yang membosankan, tapi sejujurnya itu memberikan pelajaran dalam hidupku. Agar tak lagi-lagi salah pilih. Agar tidak lagi menyia-nyiakan.

Pertama. Dulu, jaman SMA, aku pernah pacaran sama orang (yailah orang, masa setan -_-). Minggu awal pacaran, aku bahkan masih lupa-lupa sama wajahnya. Kenapa? Karena sejujurnya aku nggak benar-benar mengenal orang ini. Sebut saja T. Enam bulan kemudian, aku mulai ngerasa kenapa T berubah. Ini cuma naluriku sebagai perempuan ya, mungkin ada seseorang yang menjadi penerobos pertahanan kami. Atau justru malah dia sendiri yang membukakan pintu lebar-lebar? Entahlah. Intinya, pada akhirnya aku tahu, cintanya dia sudah berpindah untuk orang lain. Dih, itu orang mah stres. Akhirnya kami putus. Baru sadar setelah beberapa waktu, waktu kami sudah putus, beberapa kali dia gonta ganti pacar, dan baru aku tahu juga kalau pacar-pacarnya itu didapatkan dengan cara merebut kekasih orang, dan ketika mereka putus, si T selingkuh. Laki-laki macam apa ini?
Aku punya sahabat pena, Arif namanya. Aku mengenalnya 5 tahun yang lalu, saat pacarnya Arif direbut sama T. Jadilah kami teman curhat yang "baik". Belum lama ini, Arif ngomong sama aku, katanya dia menyesal kenapa aku bisa pacaran sama T. Disini aku harus tertawa terbahak-bahak. Kenapa? Aku saja tidak menyesal kenapa pacaran sama si tukang serong, kok sahabatku ini yang menyesal.
Dari sini, aku bisa mengambil sedikit banyak pelajaran. Ya kali aku harus ikhlas kan? Aku ini sudah kurus, kalau aku masih saja belum move on, nanti aku mau jadi apa? Jrangkong yang cuma tinggal kulit, tulang sama kentut doang? Trus dipajang gitu di UKS anak-anak SD -_-
Aku nggak menyesal pernah mencintai, dekat, dan pacaran sama T. Karena kalau nggak begitu, aku nggak bakal tahu rasanya diselingkuhi kayak gimana. Kalau aku nggak begitu, nanti aku nggak bisa ngomong ke sahabat-sahabat atau klien-klien aku yang punya masalah yang sama. Sejujurnya, semenyakitkan apapun dan sesakit apapun yang aku rasain saat itu, sekarang semua itu sudah nggak berarti apa-apa lagi buatku. Semua sudah selesai. Nggak ada yang perlu dimaafkan lagi, karena aku sudah memaafkan. Nggak ada yang perlu diulang lagi, masa depanku terlalu berharga untuk sekadar menangisi masa lalu apalagi orang yang tak pernah menganggapku ada. :)

Kedua. Aku pernah dekat dengan seseorang. Bisa dibilang pacaran, tapi nggak pacaran. Ya gitu deh pokoknya. Sebut saja G. Anaknya baik, polos, menyenangkan, lucu, pendengar yang baik, nggak pernah marah, lucu lah pokoknya. Sebenernya, masing-masing orang tua kami sudah sama-sama tahu hubungan kami. Bahkan ayah dan ibu G menyetujui dan merestui hubungan ini. Sementara, yah, aku masih harus berjuang buat bikin Bapak merestui. Sampai akhirnya, semua tiba-tiba selesai, tepat waktu malam takbiran. Pemilihan waktu yang cocok bukan? Biar bisa langsung saling maaf-maafan. Hahaha, klasik. Setahun berselang, nggak sengaja, aku salah sms ke nomor ibunya. Ibu G langsung mbahas masalah yang dulu-dulu dan minta maaf bolak-balik yang sebenarnya itu nggak perlu. Karena aku sudah memaafkan dan sudah melupakannya. Aku pun nggak pernah menyesal pernah dekat dengannya. Setidaknya dia mengajari aku banyak hal. Banyak sekali malah. Terima kasih, G. Beberapa bulan yang lalu, aku, bapak, mama dipertemukan lagi dengan ayah ibu G. Entah bagaimana (atau cuma perasaanku aja?) ayah dan ibu G ini terus saja mendekatiku dan berusaha mengajak bicara. Bukannya aku nggak mau, mendadak sungkan. Apalagi terlihat jelas di gelagat mereka, kalau mereka masih mengharapkan aku jadi menantunya. Untuk kepentingan itulah, aku akhirnya menjauh. Bukannya aku nggak mau, cuma perasaanku sudah benar-benar hilang. Rasa cinta yang pernah ada, sudah terhapus. Tapi nggak tahu juga ke depannya kayak gimana, Wallahualam bi shawab :)

Ketiga. Aku punya sahabat. Sebut saja D. Yaahh, dia ini yang beberapa ngisi kolom di blog. Kalau aku kata sih, sahabat tapi cinta. Haha. Tapi itu sudah berlalu. Sedikitpun aku nggak pernah menyesal sudah dekat dan sayang sama D. Karenanya, aku bisa seperti sekarang. Dia sudah banyak membantuku, dia sudah banyak membimbingku, dia sudah banyak mengajariku. Bukan hanya tentang cinta, tapi juga tentang hidup, dan tentang aku sendiri. Aku sama sekali nggak pernah menyesal, perasaan nyaman itu selalu muncul saat dia ada dijangkauanku. Dia pula satu-satunya laki-laki yang dekat denganku, tapi tidak sedikitpun berusaha untuk menyentuhku. Sama sekali tidak :) Dia hanya menjagaku, sama seperti dia menjaga hatinya dan hatiku. Kami saling menjaga. Tapi itu dulu. Kalaupun ada hal yang pernah aku sesalkan dari aku dan dia adalah karena kami tidak punya kesempatan untuk menjelaskan perasaan kami masing-masing. Yang meskipun sekarang aku menyadari, hal itu sudah sama sekali tidak penting, karena dia pun sudah memilih yang lain, yang terbaik untuknya. Maaf, sudah pernah menyesalkan yang seharusnya memang begini. Tapi, sekarang buat apa toh menyesal? Memangnya kalau ada waktunya, aku berani gitu? Nggak juga kan. Ya begitulah.

Keempat. Pernah suatu masa aku mencintai orang yang benar-benar salah. Aku kecewa dan sampai aku terpuruk dengan keadaanku sendiri. Untung saja aku punya sahabat-sahabat yang baik, yang menolongku dan menyelamatkan aku dari jurang kesedihan yang aku buat sendiri. Aku sama sekali tidak mengerti dan tidak habis pikir kenapa orang ini tega-teganya berbuat sedemikian jahatnya padaku. Ini lebih menyakitkan dari diduakan. Yang daripadanya, untuk menyebut namanya saja aku sudah sangat sangat sangat muak. Menyakitkan ketika seseorang pura-pura mencintaimu, hanya untuk menopang hidupnya. Ya, dia pura-pura mencintaiku, dia pura-pura menyakini aku, tapi sejujurnya dia serigala berbulu domba. Dia pura-pura hanya untuk memanfaatkanku. Bukannya aku nggak tahu, sejak awal aku sudah mengerti, aku sudah tahu. Aku tahu segala kebusukan dia. Namun aku diam, aku takut dan aku malu bahkan pada diriku sendiri. Ibarat kata nih, aku kebelet pup, aku pengen pup, tapi sayangnya aku nggak pup di WC, malah dikebon misalnya. Kan tempat yang nggak cocok buat buang pup. Ya kan? Jujur sampai sekarang pun aku masih menyesal kalau ingat. Buat sekadar menyapa saja aku sudah sangat malas. Aku memang sudah memaafkan, tapi terkadang kalau ingat, aku jadi benci sendiri. Yasudahlah, biar waktu yang menghapusnya. Toh, akan ada seseorang yang benar-benar baik yang dikirimkan untukku.

Kelima. Pernah ada seseorang yang mencintaiku begitu besar. Begitu sabarnya dia. Sampai aku tak sadar kalau aku sudah menyakitinya, tapi dia tak pernah marah padaku. Entahlah, kenapa jua hatiku tak kunjung berpaut dengan hatinya. Aku sudah mencoba mencintainya kembali, tapi itu teramat sulit bagiku. Sungguh, entah kenapa hati ini susah menerimanya. Apa mungkin dia terlalu baik sementara aku terlalu jahat? Aku nggak benar-benar mengerti. Sekarang yang aku sesalkan adalah, kenapa aku menyia-nyiakan orang sesungguhnya benar-benar tulus menyayangiku dan menerima aku apa adanya? Memangnya aku siapa? Apa yang aku cari? Memangnya aku sempurna? Nggak, bukan begitu. Apakah kalian pernah merasakan hal yang sama? Mungkin semua ini karena aku terlalu takut, aku terlampau takut menyakiti hati seseorang. Akhirnya, setelah 3 tahun masa penantiannya, dia memutuskan untuk melupakanku. Aku pun terlampau takut pada orang-orang yang terlalu berlebihan mengungkapkan cinta. Aku wanita, aku suka sastra dan aku suka puisi, tapi kalau hampir setiap hari dibuatkan puisi dan digombalin terus, aku juga lama-lama bosan dan takut. Mungkin seperti itu ya? Ah, mungkin aku hanya mencari pembenaran atas diriku sendiri. Untuk orang-orang yang pernah sayang aku, cinta aku, dan ternyata aku hanya menyakiti dengan tidak membalas perasaan kalian, maafkan aku. Semoga kalian menemukan cinta baru yang lebih baik. Aamiin.

Aku mungkin memang pernah menyesal. Menyesal untuk kasus yang berbeda. Tapi kalau aku terus-terus menyesal, apa dengan penyesalan bisa mengubah keadaan? Toh, apalagi yang aku harapkan dari masa lalu? Masa lalu, biarkanlah berlalu dengan indah. Biarkan kenangan yang membungkusnya. Kalau-kalau suatu saat nanti kenangan itu perlu dibuka, semoga perasaan-perasaan itu sudah hilang. Karena disana, entah dimanapun dia atau siapapun dia, sudah menyiapkan cerita indah untuk dilalui bersama. Karena ia, pasti takkan pernah membuatku menyesal. Meski tak selalu kebahagiaan, mungkin ada kalanya kekecewaan dan sakit, dia yang tak pernah meninggalkanku. Siapapun dia, dimanapun dia, Allah sudah mempersiapkanmu untukku. Terima kasih. Alhamdulillah. ^_^

Sekian ya, semoga ada pelajaran yang bisa diambil. Kalau nggak, maafkan aku yang curcol. Hehe ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar